Rabu, 12 Maret 2014

Seperti Biasanya

Indi mencoba membuka jendela kamarnya. Merasakan angin yang semilir menerpa wajahnya. Tempat yang sangat indah dan sangat dia impikan memang untuk hidup di sebuah rumah yang dekat dengan pegunungan.  Jam menunjukkan pukul 4 sore.
     
      Seperti biasanya. pikirnya.

Indi berjalan ke dapur untuk mengambil 2 cangkir teh dan membawanya menuju halaman rumah. Sejenak Ia berhenti untuk memandang pohon yang berada didepannya. Hanya ada 1, namun tinggi dan besar. Menyenangkan. Kemudian Indi melanjutkan langkahnya menuju meja putih bundar dengan 2 kursi yang saling berhadapan di dekat pohon. Ia meletakkan cangkir tehnya masing-masing di atas meja, dan Indipun menarik kursinya untuk duduk. Kembali Ia melihat pemandangan sekitar. Bunga - bunga yang berada di tamannya kini sudah tumbuh banyak, Indi sangat menyukai berbagai macam bunga, dan dia selalu merawatnya dengan baik sehingga dia akan selalu bisa menikmati keindahan bunganya.

Jauh didepan Indi juga bisa melihat gunung layaknya lukisan nyata. Sesekali Ia menyeruput teh hangatnya, lalu tersenyum ke arah kursi yang didepannya.
"Kita akan selalu menikmatinya Ar. Seperti biasanya". Ungkap Indi dengan senyum simpulnya. "Waktu berjalan sangat cepat bukan ? Namun aku selalu bisa menikmatinya dan tidak akan berubah, karena aku menyukainya.......". Indi meletakkan cangkirnya "....dan menyukaimu tentunya". Indi menyelesaikan kalimatnya tanpa jawaban. Seperti biasanya.
"Kamu adalah yang terbaik. Dan aku berharap di kehidupan mendatang kita akan dipertemukan sebagai teman hidup lagi. Aku merindukanmu. Seperti biasanya". Indi bangkit dari duduknya dan mengambil sebuah figura didepannya. Ia mengamati setiap detail wajah Arga, suaminya yang sudah meninggal 5 tahun yang lalu.
Matahari sudah mulai menghilang dibalik pegunungan, Indi memeluk foto Arga dan berlalu masuk.

Senja menyisakan secangkir kosong dan secangkir teh yang sudah mendingin.

Rabu, 05 Februari 2014

Terlambatnya Hati

Ada istilah yang mengatakan 'Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali' sepertinya memang benar adanya. Namun keterlambatan hati tak bisa ditoleransi.

Kata-kata itu tiba-tiba saja muncul diingatanku. Ahh, mungkin aku memang terlalu lama meresponnya. Pikirku dalam hati sambil sesekali membuka foto yang Ia pajang dengan kekasihnya di sebuah aplikasi chatting.

                                    ~3 Bulan sebelumnya~

"Aku tunggu sampai kamu pulang, temani aku jalan-jalan Ra, mumpun aku lagi pulang". Seseorang berbicara denganku via telepon. Aku masih sibuk dengan buku-buku tugas yang berserakan. Sekolah hari ini sangat melelahkan sepertinya. Namun aku senang karna Reno mengajakku pergi. Dia teman baikku yang kebetulan bekerja di luar kota, namun kali ini ia mempunyai kesempatan untuk pulang kerumah dan kesempatan itu Ia gunakan untuk mengajakku melepas penat.
"Oke Ren, tunggu bentar yahh. Sejam lagi aku kelar. Bye!". Aku menutup teleponku, dan kembali membereskan urusan sekolah hari ini.

 ~~~

"Ohh Ren, udah disini aja kamu". Reno hanya tersenyum sambil mengacak-ngacak rambutku. "Ya ampunnn Renoooo, kebiasaan lama masih ngga ilang yahh". Aku berusaha menyingkirkan tangannya kemudian mendorong tubuhnya untuk masuk ke sebuah Cafe. Kami memang sengaja membuat janji untuk bertemu langsung ditempat. "Hahaha, kangen abisnya sama kamu Ra. Trus jawabannya apaan Ra ?". Reno langsung menodongkan pertanyaan yang selalu sulit untuk ku jawab. Ia sudah berada di kursinya, duduk manis dengan memandangku menunggu jawaban. "Apaan sih". Jawabku sekenanya. "Tentang perasaanku ke kamu Ra, gimana jawabannya ?". Aku masih saja memainkan minuman dihadapanku. Dudukku seperti tak tenang. Harus kujawab apa. Aku masih saja berpikir hingga tiba-tiba saja pandanganku beralih pada ponsel yang dipegang Reno. Ia terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Bahkan sampa disaat penting seperti ini. "Ra, kayaknya kita harus balik sekarang deh. Mendadak aku harus balik ke Surabaya. Penting". Ucapnya. Reno sudah berdiri siap untuk segera pergi. Aku hanya tersenyum, "Duluan aja Ren, aku masih pengen disini. Lattenya enak nih, nanggung". Candaku. Seakan mengerti maksudku, Reno memelukku dan pergi. "Aku menyukaiku Ra".
"Aku juga...". Ucapku, sedetik setelah Reno pergi meninggalkanku.

Kamis, 30 Januari 2014

Penyelamat (?) ku

"Pernah ngga ngerasain delusional ??
Keadaan dimana kita yakin sama sesuatu tapi ngga punya bukti nyata bahwa itu bener adanya.
Saya pernah."

Kejadian ini sebenernya udah lumayan lama, sekitar hampir 7 tahunan yang lalu. Cuma tiba-tiba aja pengen aku posting aja. Kadang masih suka mikirin itu beneran apa ngga. Jadi, dulu pas SMA ikutan ektra Pecinta Alam gitu *sok banget kan?* hahaha. Nah, waktu itu kita ngadain muncak ke Gunung Ungaran. Perjalanan sengaja dimulai malem, biar pas sampe puncak fajar buat ngeliat matahari terbit. Berangkat awal kita sore sampe di Pos Mawar (kalau ngga salah inget) itu sekitar magrib. Trus mulai ngelanjut perjalanan lagi sekitar jam 8 maleman. Rame-rame gitu, sama adek dan kakak kelas. Perkiraan bakal sampe di tempat perkemahan itu tengah malem, biar bisa istirahat trus sebelum fajar kita uda ke puncak. Disini aku juga mau nekanin kalo pendaki itu uda kayak sodara sendiri menurutku (kebetulan ini pengalaman pertama, sebelumnya ke Gunung Merbabu cuma di kaki gunung aja buat Diksar). Jadi, setiap kita ketemu sama pendaki yang lain, kita saling tegur sapa, memperingatkan untuk selalu hati-hati, dan caranyapun sopan.
Perjalanan semakin terasa sepi ketika jarak antara 1 sama yang lainnya agak jauh. Bisa dibilang aku paling ketinggalan dibelakang. Udah yang ngerasa capek, berkali-kali juga jalan sambil makan gula jawa. Nah, disini ini yang aku bilang ngalamin delusional. Maklum, aku ini sebenernya tipe orang yang gampang capek cuma sedari dulu pengen banget sama yang namanya ke puncak, dan kebetulan pas masuk SMA ada ekstra PA ini.
Kembali lagi, pas saat itu karna aku berada dibelakang dan ngerasa ngga kuat. Ngerasa sebodo amatlah pokoknya aku pengen istirahat bentar. Disitu juga uda punya pikiran ngga peduli kalo sampe ditinggal, yang penting bisa istirahat. Sempet juga punya pikiran kalo ilang gimana cuma rasa capeknya lebih kuat dan akhirnya ngegletakin badan di jalan aja gitu. Tapi tiba-tiba ada cowok (yang aku yakinin itu adek kelasku walopun ngga tau namanya) dateng buat nemenin dan nyusuh buat bergegas buat lanjut perjalanan, tinggal sedikit lagi nyampe katanya. Yaudah, karna uda ngerasa lumayan ilang capeknya ngikut aja, toh aku juga ngga apal jalan. Sepanjang jalan menuju perkemahan ngga pake ngobrol, cuma dia ngebantu aku biar bisa sedikit cepet jalannya dengan menarik tanganku. Sekitar jam 1an kayaknya kita baru nyampe, dan kuputuskan untuk tidur di tenda daripada ikut ke puncak beberapa jam lagi. Sampai disitupun  aku masih percaya kalo yang bantu semalem itu adek kelasku, rombongan PAku sendiri. Tapi ngga tau kenapa pas pagi setelah semua yang abis dari puncak turun buat makan bareng di sekitaran tenda ngga ada yang ngebahas atau nanyain aku. Soalnya, pas itu aku juga lupa wajahnya (sampe saat ini juga masih ngga inget wajahnya dan ngga tau namanya). Jadi kayak ada yang ganjil gitu jadinya, tapi aku yakin yang ngebantuin itu adalah adek kelasku, tapi kadang kepikiran itu beneran apa ngga. Atau cuma semacam mimpi, tapi aku beneran ngalamin kejadian itu kok. Agak aneh kan >.<
Nah, mungkin orang yang saya maksud ini secara ngga sengaja nemuin blogku dan baca, aku cuma mau ngucapin makasih aja. Kepikiran trus soalnya antara nyata atau mimpi hahahaha :D

Jumat, 24 Januari 2014

Janjiku...

Gemetar rasanya aku memegang secangkir kopi ketika mengingat kejadian itu. Walaupun sudah beberapa tahun yang lalu, namun rasa itu masih belum sirna juga. Menyebalkan.
Suara deringan ponsel membuyarkan lamunanku. Terlihat nama Randi muncul dilayar.
"Hei Ran, ada apa ?" Sapaku pada Randi, dia adalah sahabatku. Bisa dibilang kami adalah teman semasa kecil dan saat ini kami kembali menjadi teman. Ya KEMBALI, karna dia teman yang pernah menjadi pacarku dan kini kami kembali berteman seakan tak pernah terjadi apa-apa. Namun aku bersyukur berakhir seperti itu daripada seperti orang asing.
"Lagi apa Nes ?...." Tanya Randi basa-basi, bulan depan Ia akan pergi merantau karena dia mendapatkan pekerjaan dan akan meninggalkan Kota ini secepatnya. "...Kamu ada waktu kapan ? Bisa ketemu sebentar kan, yahh itung-itung perpisahan kita terakhir deh". Randi melanjutkan.
"Hemmm, boleh boleh. Aku ngikut aja dehh. Cuma berdua emang ?". Tanyaku, Aku berjalan menghampiri Nia yang sedari tiduran sambil membaca majalah. Itu anak hobi sekali memang maen kerumah. Aku menawarkan kopi padanya dengan isyarat. Nia hanya menggeleng dan menyuruhku untuk melanjutkan teleponku.
"Sama Nara Nes, dia calonku hehe, aku sengaja mau ngenalin kekamu sekalian. Kebetulan dia besok mau kerumah. Kita mau nikah Nes, tau Nara kan Nes ? dia temennya Dirga. Hahahaha kocak deh pokoknya dulu awal ketemu. Udah lama kita ngerencanain ini, dan sebelum aku keluar kota ini kita nikahnya Nes........". Randi terus saja bercerita kegembiraannya padaku. Sedangkan aku hanya mendengarkan dan tanpa kusadari air mataku jatuh.
"Aku bahagia untukmu Ran". Aku berusaha menyembunyikan suara beratku, potongku. Kemudian aku menutup telepon dengannya. Nia hanya bingung yang melihatku seperti itu.
"Randi Ni, Randi. Dia mau nikah. Akhirnya doaku terkabul. Dan aku menepati janjiku kan Ni ? Iya kan Ni ? Aku akan bahagia ketika dia sudah menemukan perempuan yang baik. Lalu apa yang kurasakan saat ini Ni, Apakah aku sudah benar-benar merelakannya ? Aku sudah menepati janjiku tapi mengapa hatiku sangat sakit ketika mendengarnya Ni". Tangisku pecah, aku memeluk Nia. Nia berusaha mengusap air mataku dan menenangkanku.
"Buktikan janjimu Nes dengan datang ke pernikahan Randi sebagai teman terbaiknya". Ucap Nia.

Minggu, 19 Januari 2014

Curhat Berhadiah~~

Alohaa~~~ *nari2 ala penari hawai*
Tesis ngadat, tontonan lancar. Dohh!! x_x
Baiklah, ngomongin yang lancar dulu aja *lah /plak hahahaha
Sumpah lagi ngga niat banget mikirin kuliah, uda ngga ada semangat sama sekali. Beli dimana ya semangat *kemudian nangis dipojokan* T___T

Dannn gara-gara hal pertama yang terhambat itu, akhirnya saya terjebak masa lalu 'comfort zone' buat mantengin lepi. Bukan, bukan buat ngerjain tesis, tapi nonton drama korea. Behhh, berasa kek kena narkoba gitu, ketagihannya duileh dahhh pokoknya. Pertama okeelah ya, mayan pegel loh nonton 1 drama yang episodenya nyampe 16-20 an. Itu biasanya kelar dalam 3 sampe 5 harian (tergantung nontonnya) tapi akibatnya mata bengkak antara nangis sepanjang nonton sama gara-gara begadang maraton drama x_x
Tapi sekarang hemm bahkan sampe ada yang diulang lagi buat nontonya, duhduhhhhh ckckckck!!
Nah, gara-gara itupun ini iseng malah mau bikin rekomedasi drama korea yang beberapa udah aku tonton hahahahaha *ujung2nya xDDD. Tapi urutan ngga berdasarkan tingkat kesukaan atau emang ratingnya bagus sih, cuma mau ngasih rekomendasi aja gitu hehe....


1. School 2013, ini karna beberapa hari yang lalu baru kelar nonton aja sih. Sebenernya ini juga bukan termasuk baru tapi juga ngga jadul. Cuma telat nonton aja hahaha. Ini nyeritain lebih ke kehidupan pribadi murid-murid di 1 kelas itu yang dengan segala macem persoalan, bahkan bisa dibilang berlebihan kayak kekerasan di sekolah, dll gitu. Mungkin awalnya kalo baru nonton kesannya ini drama lebay banget dengan segala macem kasusnya. Tapi kalo udah nonton episode spesialnya itu jadi ngerti. Dan emang rata-rata kehidupan sekolah disana kayak gitu. Agak ngeri dan sedih sih yaa haha. Tapi yang paling demen nih karna yang maen Lee jong suk dan Kim woo bin khkhkhkhk~ so hot~. Intinya sih ini drama bagus bangetlah, tentang persahabatan mereka, permasalahan yang diluar kewajaran, dan yang pasti banyak hikmah lohh dibalik drama ini hihii :D



2. I Hear Your Voice 2, kalo ini uda beberapa bulan yang lalu aku nontonnya. Masih sama pemeran utamanya si cakep Lee jong suk hahahaha. Buat anak hukum, coba dehh nonton ini keren lohh!! Mungkin awalnya agak males ya nonton drama tapi kok latar belakangnya tentang hukum. Tapi jujur, patut dicoba. Ini nyeritain tentang pengacara publik yang tekadnya tuh kuat banget buat ngebela 'terdakwa'. Tau sendiri kan yang namanya pengacara publik itu biasanya emang buat nyediain bagi mereka yang membutuhkan tapi ngga bisa nyewa pengacara profesional. Misal aja nih ya kayak di Indonesia, nenek-nenek maling rambutan dituntut dengan kurungan dan denda sekian dibanding sama yang korupsi bermilyar-milyar tapi penjaranya malah di Rumah Sakit karna alesan kesehatan *pret. Disini ada contoh yang hampir sama kayak gitu, dan si pengacara publik itulah yang membuktikan bahwa didalam hukum terkadang terselip hati nurani untuk mempercayai alasan si nenek yang mungkin kita ngga tau ketimbang "alesan kesehatan" koruptor yang jelas-jelas merugikan negara. Banyaklah kasus yang diangkat di drama ini, dan lumayan nambah pengetahuan(?) hahaha. Disini si Jongsuk punya kelebihan dia bisa denger yang orang lain ucapkan dalam hati gara-gara kecelakaan yang menimpanya dan berlanjut seru pokoknya ^^


3. A Gentlement's Dignity, ini drama kocak aja sih kalo menurutku hahaha. Ini juga rekomendasi dari temen. Awalnya males nonton karna ngga suka sama yang maen. Tapi setelah ditonton bagus jalan critanya hohoho. Tapi ngga melulu kocak kok, ada sedihnya, romantisnya, anehnya. Komplitlah. Pokoknya kisah 4 sahabat yang lagi berada di usia matangnya (41 tahun) hahahaha






4. The Heirs, buat pecinta drama korea siapa sih ngga tau tentang drama satu ini, ratingnya tinggi. Yang maen bikin mata melek semua. Ceritanya juga bagus. Udeee tonton ajaaa~









5. Reply 1997, drama ini alurnya maju mundur gitu sih, jadi pas reuni itu mereka kembali mengenang masa sekolah dimana di usia anak SMA lagi jatuh cinta, ngefans sama idolanya sampe fanatik, persahabatan sederhana. Tapi kemasannya bagus jadi emang layak tonton. Nah, kalo yang baru ada juga Reply 1994, dibilang sequel juga bukan karna ngga nyambung, cuma karna alur ceritanya dan sutradaranya sama aja makanya bikin lagi, cuma karna ngga begitu suka yang yang maen jadi tetep '97 yang jadi favorit :D yang maen ada si Seo In Guk soalnya sama Eunji A-Pink hahahaha~

Kalo dijabarin semua, bisa sampe subuh ini ngetik. Itu dulu aja yakkk, besok lanjut lagi dahhhh. Masih banyak sebenernya cuma capek khkhkhkhkhkh~
Mayan kan, dari curhatan ngga jelas malah ngasih rekomendasi tontonan drama hahahahaha~
Dadahhhh Babaaaiiiiiiiiiii *melambaikan tangan* *angkat bendera putih* *tarik selimut* zzzzZZZZZ~

Rabu, 18 Desember 2013

Separuhku

Sejauh ini aku melihat Danar adalah aku versi lelaki, aku tidak pernah merasa senyaman ini ketika bersamanya, atau lebih tepatnya aku terlalu nyaman berada didekatnya. Walaupun pada kenyataannya kami hanyalah 2 orang yang dulu pernah jatuh cinta dan merasakannya bersama. Tidak seperti saat ini, karena status yang aku dan dia miliki hanyalah teman, namun kami masih selalu bersama, dan menjaga komunikasi.
Aku adalah tipe perempuan yang gampang sekali merasa ilfeel, namun hal itu tidak berlaku bagi Danar. Da adalah pengecualian yang sampai saat inipun aku masih heran dan aneh. Aku sudah melakukan banyak hal dengannya. Duduk bersama dan asik dalam buku bacaan masing-masing, memasak mi instan dan memakannya bersama, menonton tv, mendengarkan musik dan bercanda. Rasanya sungguh menyenangkan. Aku tak habis pikir, kini aku merindukan keberadaannya yang akhir-akhir ini berada jauh dariku. Separuh Ingatanku hanya terisi kenangan bersamanya, setiap tempat yang aku dan Danar kunjungi selalu memenuhi benakku.
Aku berdiri dan berjalan kearah cermin, yang terpantul bukanlah diriku. Pikiranku memberikan perintah bahwa yang berada dalam bayangan cermin tersebut adalah Danar. Aku sungguh merindukannya saat ini. Sejenak, bayangan lain muncul. Bayangan diriku yang membuat Danar pergi menjauh adalah bayangan yang sangat kubenci. Tanpa terasa air mengalir dari sudut mataku karena aku mengingat dalam bayangan sebuah cermin. Bayanganku yang menjauhkan diriku darinya. Aku sendirilah yang membuatnya seperti ini. Seketika badanku terasa lemas, aku jatuh terduduk. Isakan tangisku tak mau juga berhenti. Aku ingin sekali meminta maaf kepadanya, aku ingin sekali bahwa yang kulakukan adalah agar tetap ingin bersamanya, namun aku tak sanggup ketika aku melihatnya yang selalu kesakitan. Aku sengaja menjauhinya agar dia membenciku. Untuk kebaikannya. Kebaikan yang membuatku juga merasakan sakit.

Mr. D

Dari : Khia

Syennnnn, aku barusan liat si Mr. D hahahahaha~

Begitu aku membaca pesan dari Khia, jantungku langsung berdebar dengan kencang. Bagaimana tidak ini adalah 2 tahun aku sudah tidak pernah melihatnya lagi. Aku menyebutnya Mr. D agar tidak begitu mencurigakan bahwa aku selalu memperhatikannya semasa kuliah dulu. Lucu memang, dia adalah kakak kelasku. Ahh... tiba-tiba ingatanku kembali pada masa-masa tersebut, dimana aku hanya bisa memandangnya dari jauh sambil tersenyum. Bahkan ketika kami bisa satu kelas, aku hanya akan fokus terhadapnya. Aku tidak berani menyapanya sama sekali, karena hemm mungkin dia seorang kakak kelas dan aku memang tidak berani menyapanya. Kalau diingat-ingat kadang menyesal juga. Namun mau bagaimana lagi, aku rasa aku cukup senang walaupun hanya mengaguminya. Mengaguminya yang selalu menyempatkan ke Mushala kampus, mengaguminya yang selalu berjalan lurus dihadapanku, mengaguminya yang selalu membuatku tersenyum tanpa alasan.
Pernah sekali aku mendapatkan nomor teleponnya, seharian aku memikirkan bagaimana caranya untuk memulai berkomunikasi dengannya, namun selalu berakhir dengan mengetik beberapa kata kemudian kuhapus lagi sampai akhirnya tidak aku kirim. Ahh, benar. Aku memang tidak berani.
Beberapa kali aku juga ingin sekali Ia mengetahui keberadaanku, namun justru aku sendirilah yang selalu membuatnya gagal sepertinya. Ingin rasanya aku mempunyai mesin waktu dan kembali ke masa itu, aku harap saat itu aku bisa mengungkapkan perasaanku terhadapnya. Tapi bagaimana bila memang aku menyatakan perasaanku terhadapnya? Apakah aku akan selalu mengaguminya sampai saat ini. Mungkin Tuhan memang mengaturnya seperti ini. Hanya dapat mengaguminya. Karena dari awal sudah mengagumi, berbeda dengan ketika kuputuskan untuk menyukainya, mungkin jalan cerita hiduku juga akan berubah karena menyukainya akan membuatku mempunyai keinginan untuk memilikinya. Namun aku lebih memilih mengaguminya. Iya, mengaguminya dengan apa adanya, tanpa berlebihan.